Belajar agama???

Hay Guys..!! menurut loe seru gak sih belajar agama ituwh???
Eeittz..tunggu dulu kawan! Sebulum loe jawab, simak dulu yuks yang satu ini..
1.

2..

3..

lets play..

keindahan islam maroko

Tanah Maroko telah menjadi Islam lebih dari 13 abad lalu. Kitab al-Jurumiah dan Ibnu Batutah berasal dari sini lho guys..
Tanah ini juga dijulukki sebagai Negeri Maghribi ( bahasa Arab: Barat ) Penyebutan Maghribi berdasar pada paradigma Arab, karena Maroko termasuk daerah Islam Afrika yang beretnis mayoritas Arab sebagaimana Mesir, Libya, dan Aljazair. Orang Turki mengenal Maroko dengan nama “Fes”, sementara orang Persia mengenalnya dengan nama “Marrakech”, yang berarti “Tanah Tuhan”.
         
Maroko menjadi gerbang penyebaran Islam di Eropa lewat Spanyol. Bagi muslim Indonesia, Maroko setidaknya dikenal melalui dua nama : “Kitab al-Jurumiah” dan “Ibnu Batutah”.
  • Kitab al-Jurumiah berisi kaidah dasar tata bahasa Arab diajarkan turun temurun sejak dahulu dan merupakan karangan seorang ulama Maroko bernama “Muhammad Shonhaji”.
  • Ibnu Batutah adalah pengembara sekaligus sosiolog muslim kelas satu yang juga berasal dari Maroko.





Di Era modern sekarang, Maroko, yang memberi fasilitas bebas visa bagi warga Indonesia, kita kenal lewat dunia pemikiran Islam melalui “Fatima Mernissi” di bidang kajian perempuan dan “Abed al-Jabiri” di bidang tradisi Islam dan kemodernan. Ini menjadi bukti bahwa Maroko memiliki tradisi ilmiah yang baik dan mendongkrak kemajuan Islam secara umum. Dari 35 juta penduduk Maroko, 99%nya adalah muslim.

Gudang Ulama

Ow iya, Maroko itu juga khas dengan “Tarekat Tijaniah” yang didirikan oleh “Syaikh Ahmad Tijani” lho…
Beliau merupakan salah seorang sufi asal Maroko yang makamnya terletak di kota Fes. Tarekat ini telah menyebar ke dunia, termasuk Indonesia. Jejak keilmuan di Maroko juga ada pada diri “Ibnu al-Arabi” ahli fikih terkemuka pada jamanny, yang terkenal dengan kitabnya “Ahkamul Qur’an”. Juga ada “Imam as-Sholih Abu Zaid bin Abdurrahman bin Ali bin Sholih al-Makudy” pengarang kitab “al-Makudy”, syarah dari “Khaisyah Ibnu Hamdun”. Beliaulah ulama pertama yang menulis syarah kitab Alfiyahnya Ibnu Malik. Catatan ilmu ini berjalan seiring dengan gairah keberagaman masyarakat Maroko yang sangat baik, apalagi jika dibandingkan dengan Tunisia dan Aljazair, dua Negara tetangga yang menganut sekularisme, dan takut sekali akan keislaman warganya. Masyarakat Maroko dapat mengekspresikan keberagamannya dengan tenang karena Raja Maroko menjamin itu, hingga suasana islami sejuk terasa.

          Jusuf Kalla, mantan wakil Presiden memiliki pengalaman yang membuktikan bahwa orang Maroko memang taat menjalankan ibadah. Ceritanya begini, sobat…
Saat mengunjungi Madrid, Spanyol, dalam lawatan ke Amerika Serikat, beliau mencari kedai kopi untuk melepas lelah bersama rombongan. Kebetulan saat itu sore hari di bulan Ramadhan. Setiba di kafe rombongan Pak Jusuf Kalla dilayani seorang pelayan asal Maroko bernama Hamad. Singkat cerita, Hamad yang mengetahui beliau seorang muslim, menasehati dan bertanya “mengapa tidak berpuasa??”. Meskipun di jelaskan bahwa rombongan tidak berpuasa karena sedang menjadi musafir, Hamad tatap saja menasehati. Baginya alasan menjadi musafir karena sedang dalam perjalanan Chicago ke Madrid bukanlah alasan yang logis untuk tidak berpuasa, karena hanya duduk di pesawat terbang dan menemui kesulitan apapun. Setelah sedikit berdebat, akhirnya rombongan mendapat kopi, setelah lebih dahulu berjanji bahwa besok akan berpuasa.
Demikianlah, Islam memeluk erat warga Maroko. Alhamdulillah ya…

          Kajian-kajian ilmiah keagamaan juga terbuka lebar di Maroko. Universitas Islam berkembang baik dan mengundang siapa saja yang ingin mempelajari Islam seluas-luasnya. Beberapa mahasiswa Indonesia tercatat turut belajar di Maroko yang tersebar di beberapa Universitas, seperti di Universitas Malik Sa’di, di Tetouan kota kelahiran Ibnu Batutah, dan Universitas Qurawiyyin, salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di dunia yang berdiri sejak tahun 857 masehi.
Sebagian mahasiswa Indonesia juga belajar di Universitas Muhammad V dan Hasaniyyah di Rabat, dua kampus yang cukup bergengsi. Di Universitas Muhammad V itulah terdapat para pemikir Islam yang sudah mendunia di masa sekarang ini, yakni Fatima Mernissi, Abed al-Jabiri, dan Ahmed Raisuni. Gedung Kampus Universitas Muhammad V salah satunya berada di kota Aqdal, yang dikenal dengan julukkan “Madinatul irfan” atau Kota Ilmu Pengetahuan.










Gairah Keislaman itu ternyata tak menghalangi masyarakat Maroko untuk hidup modern, dengan budaya “hang out” di kafe-kafe yang menjamur di kota-kota besar di Maroko. Dari kafe-kafe itulah geliat modernitas kehidupan masyarakat Maroko terepresentasi. Masjid-masjid di bangun dengan megah, begitu pula sarana hotel, gedung perkantoran, serta sarana-sarana ekonomi.
Saat ini malahan Maroko menjadi surga bagi para sineas dunia. Film “Babel” yang mendapat nominasi Oscar tahun 2006, 60% syutingnya dilakukan di Maroko, dan masih bnyak lagi judul yang lain, yang membuat Maroko tak ubahnya Los Angeles-nya Afrika.
Pasca 11 September, sebagian besar film AS banyak yang berkaitan dengan dunia Arab. Maroko dipilih karena dinilai sangat representative menggambarkan setting Arab, namun sangat aman dengan warga yang sangat toleran dan ramah.

Menurut “Musthafa Abdulrahman” potret itu adalah keberhasilan system monarki di Maroko yang telah menjadikan Islam dan modernitas berjalan seiring. Islam dan kemodernan (barat) berpadu harmonis dalam kehidupan social, budaya, ekonomi dan politik di Maroko.
Dalam konteks social budaya, nilai-nilai pluralisme dalam kehidupan yag menjadi salah satu sendi perdaban modern berpadu kokoh. Salah satu kasus adalah masalah kaum Yahudi Maroko yang kini hidup sangat aman dan nyaman di Maroko. Raja Maroko berkomitmen melindungi komunitas Yahudi di Negara itu yang hanya berjumlah sekitar 7.000 warga. Bahkan, salah seorang penasehat Raja berasal dari Yahudi. Sebagian warga Yahudi berdomisili di Casablanca. Mendiang Raja Muhammad V di kenal sebagai pelindung yang gigih kaum Yahudi di Maroko.
Warga yahudi dengan pakaian tradisionalnya yang hitam-hitam tampak tidak canggung sama sekali berjalan bersama warga Arab, seakan jalanan di Maroko adalah jalanan di Tel.Aviv. Memang pernah terjadi pembantaian kaum Yahudi di Fes tahun 1033 dan di Marrakech tahun 1232, tetapi kaum Yahudi mendapatkan perlakuan yang sangat sejak masa protektorat Perancis pada tahun 1912.
Gak pakek bom-boman guys!!
Damainya….


Hal ini cukup special karena Maroko kini adalah Ketua Komite al-Quds ( Jerussalem ) sebuah lembaga yang bertugas memelihara dan melindungi kota al-Quds dar aksi Yahudinisasi. Komite al-Quds merupakan salah satu badan otonom dalam Organisasi Konferensi Islam ( OKI ).



Nah…begitu tuch kawan..
Indah kan Islam Maroko??
.
.
tapi bukan hanya Islam Maroko lho yang indah, dimana-mana Islam itu sejatinya sangatlah indah…
so, kalau kita mau, Islam Indonesia juga bisa lho seindah bahkan lebih indah dari Islam Maroko..
.
yuk jadikan Islam itu Indah…

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar